Pelajar Berdikari


Dengan adanya toleransi dalam perbedaan,
akan menciptakan suatu harmoni yang indah
               Pernah terdengar peribahasa, “laut yang tenang tidak akan menghasilkan pelaut yang tangguh”. Yang memiliki makna, lingkungan yang biasa- biasa saja, tidak akan menghasilkan orang yang kuat dalam  menjalani kehidupan. Saya pun coba menerapkan peribahasa tersebut dalam hidup saya, sebagai motivasi untuk merubah diri menjadi pribadi yang lihai dan lebih kuat.
            
               Saat itu, saya masih kelas 1 SMA, melihat sekolah saya yang mempunyai organisasi kesiswaan yang menonjol di sekolah, yang mampu menggerakkan dan memimpin siswa satu sekolah, menjalankan banyak sekali program kerja, dan mampu memiliki nilai akademik yang cukup memuaskan. Kemudian saya bertanya-tanya, bagaimana orang-orang tersebut dapat melakukan time-management dengan baik dalam kurun periode yang lumayan lama, tanpa merasa lelah dan bosan.
            
               Lalu, saya pun tertarik untuk mengikuti organisasi kesiswaan tersebut, untuk menambah ilmu bagi diri, agar lebih mempunyai strength, passion, dan intellegence, yang nantinya akan sangat berguna.
            
               12 Februari 2014, dimana seleksi untuk masuk OSIS pun dilaksanakan. Saya sudah mendapat kabar tentang tanggal tersebut satu minggu sebelumnya dari bisik-bisik teman teman yang ikut tertarik mengikuti seleksi tersebut. Pada hari itu, seleksi berjalan dengan lancar, yang kemudian hasilnya akan diumumkan besok. Keesokan harinya, saya melihat nama saya tercantum dalam lolosan seleksi tersebut. Rasa haru bercampur ragu pun menyelimuti kalbu.
           
               Lolosan dari seleksi ini akan mengikuti proses-proses yang cukup panjang sebagai bekal pelajaran ketika menjabat 1 tahun ke depan. Setelah melalui proses-proses tersebut, tibalah saat-saat yang ditunggu sekian lama, yaitu Serah Terima Jabatan. Yaitu, penyerahan tonggak kepemimpinan OSIS periode  sebelumnya ke periode yang baru.
           
               “Semua akan indah pada waktunya”. Setelah mengikuti proses lika-liku pembelajaran yang cukup lama, kami merasa lebih bebas sekaligus merasa bertanggung jawab kepada sekolah ini, teman-teman, kakak-kakak, dan semuanya bahwa kami OSIS yang baru ini, akan membuktikan dan mengimplementasikan semua ajaran dan ilmu yang diberikan dalam organisasi.
            
               Walaupun dalam OSIS sendiri, individu yang ada adalah dari pribadi-pribadi yang memiliki suku ras agama yang berbeda, kami selalu menerapkan prinsip “Bhinneka Tunggal Ika” yang saya pelajari ketika mendapat materi PPkn di kelas 1 SD.
            
               Seiring berjalannya waktu, kami pun saling mengenal individu masing-masing, bagaimana karakter dia, cara dia bekerja, kemampuan yang dia miliki, dan sampai mana kedewasaannya. Melalui hal tersebut, saya mempunyai cara sendiri-sendiri menghadapi karakter yang berbeda-beda tersebut, agar dalam organisasi ini tercipta suasana yang kondusif dan co-operative sebagai keluarga kedua, sekaligus partner kerja yang baik.
           
               Namun, tak dapat dipungkiri bahwa seiring berjalannya waktu masalah demi masalah menghampiri kami. Mungkin melalui masalah, alam mencoba untuk mendewasakan manusia yang ada di dalamnya. Di sini, saya melihat bahwa ternyata setiap orang mempunyai cara yang berbeda-beda dalam menanggapi masalah. Banyak dari mereka yang justru menghiraukan masalah, melimpahkan masalah ke orang lain, dan ada juga yang berani menghadapi masalah tersebut.
            
               Tantangan atau masalah yang dihadapi pun bermacam-macam, ada yang dari dalam. Seperti, konflik internal antara individu satu dengan yang lain. Maupun dari luar, yaitu ketika sekolah atau teman-teman non-OSIS mempunyai konflik dengan OSIS. Hal tersebut mulai terasa seperti makanan sehari hari bagi kami.
           
               Dengan datangnya masalah yang “bertubi-tubi” tersebut saya mersa lebih dewasa dalam melihat suatu konflik, dan mempunya cara-cara jitu untuk menyelesaikannya. Namun, setiap manusia pasti memiliki titik jenuh, yang dimana saat sesorang berada di titik jenuhnya, akan bertindak selayaknya orang yang kurang akal.
            
               Tetapi disini, kami adalah keluarga, yang dimana kami saling melindungi, mengarahkan, dan membantu satu sama lain. Ketika ada satu dari kami merasa lelah, kami yang menguatkan, ketika merasa bimbang, kami yang mengarahkan, ketika merasa kesulitan, kami yang membantu. Itulah makna keluarga bukan?
            
               “Usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil”. Itulah yang selalu kami terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, setiap usaha yang kami lakukan dalam penyelesaian masalah, kami percaya hal tersebut dapat berhasil, dan untuk setiap kegagalan yang kami alami, kami anggap sebagai tantangan yang nantinya akan lebih mendorong kami untuk menjadi lebih baik.
            
               Ditambah lagi, kami percaya bahwa Tuhan juga punya jalan bagi umatnya yang berusaha. Dan dapat disimpulkan, bahwa toleransi sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, agar dapat meminimalisir konflik yang terjadi diantara kami. Sekaligus perlu adanya kesadaran dari masing- masing individu bahwa setiap konflik harus dilihat dari berbagai sudut pandang, selalu melihat segi positif, dan menyelesaikan masalah dengan pikiran yang jernih. “People doesn’t choose the path, path choose the people”.


#CIPTADAMAI
Next PostPosting Lebih Baru Previous PostPosting Lama Beranda

0 komentar:

Posting Komentar