Pada zaman modern seperti saat ini, masih marak terjadi kasus- kasus bullying. Bullying bisa terjadi kapanpun, dimanapun, dan oleh siapapun. Bullying adalah tindakan mengintimidasi dan memaksa seorang individu atau kelompok yang lebih lemah untuk melakukan sesuatu di luar kehendak mereka, dengan maksud untuk membahayakan fisik, mental atau emosional  melalui pelecehan dan penyerangan.
               
                Bullying terjadi akibat ketidakseimbangan kekuatan antara pelakunya yang lebih kuat dan target (korban) yang lebih lemah. Dari sisi pelaku, kecenderungan untuk melakukan bullying disebabkan oleh keadaan lingkungan yang membentuk kepribadian agresif dan kurang mampu mengendalikan emosi. Keadaan lingkungan yang dimaksud antara lain pola asuh dalam keluarga, kondisi keluarga itu sendiri, kondisi sosial lingkungan sekitar serta teknologi media informasi yang ada saat ini.

                Bullying ternyata tidak hanya mencakup penganiayaan secara fisik seperti yang sering kita dengar, tetapi juga dapat terjadi dalam berbagai bentuk. Berbagai bentuk bullying antara lain: kontak fisik langsung (tindakan kekerasan fisik seperti tamparan dan pukulan), kontak verbal langsung (kata-kata ejekan, hinaan dan tuduhan), perilaku non verbal langsung (ekspresi menghina seperti menjulurkan lidah), perilaku non verbal tidak langsung (melalui media sms, internet dan jejaring sosial lainnya), serta pelecehan seksual.
               
                Para korban yang mendapat perilaku bullying dalam bentuk apapun berpotensi mengalami trauma psikis yang berdampak pada kehidupannnya. Tanda dan gejala yang biasa muncul antara lain gejala sakit fisik yang tidak spesifik, gangguan psikosomatis, perilaku menghindari sekolah, perubahan perilaku sosial, indikator emosional, perubahan perilaku yang mengkhawatirkan serta indikator kesehatan yang memburuk. Tanda dan gejala tersebut diatas dapat menjadi perhatian bagi para orang tua, sehingga apabila dijumpai pada putra atau putrinya, perlu dipikirkan bahwa mereka telahmenjadi korban bullying, sehingga mereka dapat ditangani sesegera mungkin.

                Bullying dapat berdampak besar bagi kehidupan baik korban maupun pelaku bullying. Dampaknya dapat dikategorikan sebagai dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang. Bagi korban, dampak jangka pendek mereka akan cenderung menghindari lingkungan sekolah atau lingkungan dimana pelaku berada serta munculnya berbagai gangguan psikosomatis dan dampak jangka panjangnya saat mereka dewasa dapat menjadi pribadi yang minder, anti sosial dan mudah curiga terhadap orang lain. Selain itu korban bullying juga berpotensi menjadi pelaku bullying baru di masa mendatang sebagai bentuk pelampiasan atas apa yang telah diterimanya. Sedangkan bagi pelaku bullying itu sendiri akan cenderung memanfaatkan kekuasaannya tersebut terus menerus dan tumbuh menjadi pribadi yang agresif, memiliki kontrol emosi yang buruk dan mudah atau rentan menjadi pelaku tindakan kriminal.

                Pencegahan bullying pada anak harus melibatkan berbagai pihak antara lain keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga sebagai orang terdekat anak memiliki kewajiban mendidik dengan pola asuh yang benar, menghindari pola asuh yang otoriter serta memberi contoh yang baik dalam perilaku dan perbuatan. Sekolah sebagai instansi yang dipercaya untuk memberikan pendidikan berjenjang bertanggung jawab mengontrol batasan hubungan antar siswa dan melakukan pengawasan terhadap kejadian bullying dalam lingkungan sekolah.
               
                Penanganan bagi korban bullying harus dilakukan dengan pendekatan psikologis dari keluarga, sekolah maupun praktisi psikolog yang berkompeten dan pada beberapa kasus diperlukan intervensi khusus. Dukungan dari keluarga, sekolah dan lingkungan yang bersinggungan langsung dengan korban diperlukan dalam proses penanganan korban maupun pelaku bullying, sehingga kejadian serupa tidak terulang kembali.

“STOP BULLYING NOW!”             

Sumber: http://droenska.com/

Dengan adanya toleransi dalam perbedaan,
akan menciptakan suatu harmoni yang indah
               Pernah terdengar peribahasa, “laut yang tenang tidak akan menghasilkan pelaut yang tangguh”. Yang memiliki makna, lingkungan yang biasa- biasa saja, tidak akan menghasilkan orang yang kuat dalam  menjalani kehidupan. Saya pun coba menerapkan peribahasa tersebut dalam hidup saya, sebagai motivasi untuk merubah diri menjadi pribadi yang lihai dan lebih kuat.
            
               Saat itu, saya masih kelas 1 SMA, melihat sekolah saya yang mempunyai organisasi kesiswaan yang menonjol di sekolah, yang mampu menggerakkan dan memimpin siswa satu sekolah, menjalankan banyak sekali program kerja, dan mampu memiliki nilai akademik yang cukup memuaskan. Kemudian saya bertanya-tanya, bagaimana orang-orang tersebut dapat melakukan time-management dengan baik dalam kurun periode yang lumayan lama, tanpa merasa lelah dan bosan.
            
               Lalu, saya pun tertarik untuk mengikuti organisasi kesiswaan tersebut, untuk menambah ilmu bagi diri, agar lebih mempunyai strength, passion, dan intellegence, yang nantinya akan sangat berguna.
            
               12 Februari 2014, dimana seleksi untuk masuk OSIS pun dilaksanakan. Saya sudah mendapat kabar tentang tanggal tersebut satu minggu sebelumnya dari bisik-bisik teman teman yang ikut tertarik mengikuti seleksi tersebut. Pada hari itu, seleksi berjalan dengan lancar, yang kemudian hasilnya akan diumumkan besok. Keesokan harinya, saya melihat nama saya tercantum dalam lolosan seleksi tersebut. Rasa haru bercampur ragu pun menyelimuti kalbu.
           
               Lolosan dari seleksi ini akan mengikuti proses-proses yang cukup panjang sebagai bekal pelajaran ketika menjabat 1 tahun ke depan. Setelah melalui proses-proses tersebut, tibalah saat-saat yang ditunggu sekian lama, yaitu Serah Terima Jabatan. Yaitu, penyerahan tonggak kepemimpinan OSIS periode  sebelumnya ke periode yang baru.
           
               “Semua akan indah pada waktunya”. Setelah mengikuti proses lika-liku pembelajaran yang cukup lama, kami merasa lebih bebas sekaligus merasa bertanggung jawab kepada sekolah ini, teman-teman, kakak-kakak, dan semuanya bahwa kami OSIS yang baru ini, akan membuktikan dan mengimplementasikan semua ajaran dan ilmu yang diberikan dalam organisasi.
            
               Walaupun dalam OSIS sendiri, individu yang ada adalah dari pribadi-pribadi yang memiliki suku ras agama yang berbeda, kami selalu menerapkan prinsip “Bhinneka Tunggal Ika” yang saya pelajari ketika mendapat materi PPkn di kelas 1 SD.
            
               Seiring berjalannya waktu, kami pun saling mengenal individu masing-masing, bagaimana karakter dia, cara dia bekerja, kemampuan yang dia miliki, dan sampai mana kedewasaannya. Melalui hal tersebut, saya mempunyai cara sendiri-sendiri menghadapi karakter yang berbeda-beda tersebut, agar dalam organisasi ini tercipta suasana yang kondusif dan co-operative sebagai keluarga kedua, sekaligus partner kerja yang baik.
           
               Namun, tak dapat dipungkiri bahwa seiring berjalannya waktu masalah demi masalah menghampiri kami. Mungkin melalui masalah, alam mencoba untuk mendewasakan manusia yang ada di dalamnya. Di sini, saya melihat bahwa ternyata setiap orang mempunyai cara yang berbeda-beda dalam menanggapi masalah. Banyak dari mereka yang justru menghiraukan masalah, melimpahkan masalah ke orang lain, dan ada juga yang berani menghadapi masalah tersebut.
            
               Tantangan atau masalah yang dihadapi pun bermacam-macam, ada yang dari dalam. Seperti, konflik internal antara individu satu dengan yang lain. Maupun dari luar, yaitu ketika sekolah atau teman-teman non-OSIS mempunyai konflik dengan OSIS. Hal tersebut mulai terasa seperti makanan sehari hari bagi kami.
           
               Dengan datangnya masalah yang “bertubi-tubi” tersebut saya mersa lebih dewasa dalam melihat suatu konflik, dan mempunya cara-cara jitu untuk menyelesaikannya. Namun, setiap manusia pasti memiliki titik jenuh, yang dimana saat sesorang berada di titik jenuhnya, akan bertindak selayaknya orang yang kurang akal.
            
               Tetapi disini, kami adalah keluarga, yang dimana kami saling melindungi, mengarahkan, dan membantu satu sama lain. Ketika ada satu dari kami merasa lelah, kami yang menguatkan, ketika merasa bimbang, kami yang mengarahkan, ketika merasa kesulitan, kami yang membantu. Itulah makna keluarga bukan?
            
               “Usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil”. Itulah yang selalu kami terapkan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga, setiap usaha yang kami lakukan dalam penyelesaian masalah, kami percaya hal tersebut dapat berhasil, dan untuk setiap kegagalan yang kami alami, kami anggap sebagai tantangan yang nantinya akan lebih mendorong kami untuk menjadi lebih baik.
            
               Ditambah lagi, kami percaya bahwa Tuhan juga punya jalan bagi umatnya yang berusaha. Dan dapat disimpulkan, bahwa toleransi sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, agar dapat meminimalisir konflik yang terjadi diantara kami. Sekaligus perlu adanya kesadaran dari masing- masing individu bahwa setiap konflik harus dilihat dari berbagai sudut pandang, selalu melihat segi positif, dan menyelesaikan masalah dengan pikiran yang jernih. “People doesn’t choose the path, path choose the people”.


#CIPTADAMAI